Perjalanan dimulai dari kawasan Asakusa 7 Chome, menyusuri trotoar utama yang tenang. Di bawah terik matahari siang, deretan toko dengan papan nama retro dan lalu-lalang kendaraan sesekali menemani langkah.
Jalur kemudian mengarah ke tepian Sungai Sumida. Di sepanjang Sumida River Walk, siluet megah Tokyo Skytree berdiri kokoh di kejauhan, kontras dengan langit biru jernih. Beberapa orang duduk santai di bangku tepi sungai, menikmati semilir angin dan pemandangan terbuka.
Tak lama, suasana berganti saat memasuki Taman Sanyabori, sebuah taman kecil yang dulunya aliran air di era Edo. Di sini, ketenangan terasa, Skytree tetap terlihat dari balik pepohonan, seakan menjadi latar abadi kehidupan warga. Pagar taman dihiasi motif budaya Jepang, sementara rel kereta pendek yang melintas menambah keunikan, sering luput dari sorotan wisatawan.
Di sisi timur taman, berdiri Taito Riverside Sports Center yang luas. Lapangan bisbol, lintasan atletik, hingga dojo tradisional ramai digunakan. Suara peluit, tawa anak-anak, dan irama latihan kelompok menciptakan atmosfer komunitas yang hidup, tempat tubuh dan jiwa ditempa dalam cahaya matahari.
Perjalanan lalu menanjak perlahan menuju Matsuchiyama Shoden Honryuin Temple, sebuah kuil di atas bukit suci. Gerbang kayu dan lentera berhias simbol daikon menyambut, lambang kesucian sekaligus kesehatan.
Di siang hari, suasana kuil begitu damai, ditemani kicau burung dan desir angin yang melewati pepohonan. Para peziarah datang membawa daikon sebagai persembahan, memohon harmoni rumah tangga dan kelancaran hidup.
Di altar utama, patung Kangiten tetap disembunyikan dari pandangan publik, menjaga kesakralan ruang doa. Di sini, waktu seakan melambat—membiarkan setiap pengunjung meresapi ketenangan yang jarang ditemukan di hiruk pikuk Tokyo.

Komentar
Posting Komentar