Dari lahan kosong yang dahulu ditanami tembakau dan singkong, kini telah berdiri megah sebuah gerbang peradaban modern: Bandara Internasional Yogyakarta (YIA).
Bandara ini bukan sekadar infrastruktur transportasi, melainkan simbol ketangguhan, visioner, dan dialektika antara pembangunan dengan tantangan sosial-lingkungan. Bandara Adisutjipto yang telah melayani Yogyakarta selama puluhan tahun menghadapi tantangan besar seperti landasan pendek, gangguan operasi militer, dan larangan penerbangan malam.
Pada 2010-an, wacana pembangunan bandara baru mengemuka. Pemerintah akhirnya memilih Kulon Progo sebagai kawasan pesisir selatan yang dianggap strategis secara geografis dan bebas dari konflik udara. Proyek ini ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi mencapai triliunan rupiah. Masyarakat dijanjikan dampak ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja, peningkatan pariwisata, dan percepatan pembangunan di Kulon Progo.
Pembangunan YIA tidak berjalan mulus. Pembebasan lahan seluas 637 hektar memicu ketegangan antara warga, pemerintah, dan pengembang. Sebagian masyarakat menolak skema ganti rugi, sementara aktivis lingkungan memperingatkan dampak terhadap ekosistem pesisir dan sumber daya air. Pemerintah berargumen bahwa bandara baru akan membawa manfaat jangka panjang bagi seluruh masyarakat Yogyakarta.
Sebelum sepenuhnya beroperasi, YIA diuji oleh gempa bumi berkekuatan 5,9 SR yang mengguncang Yogyakarta pada 2022. Bandara ini terbukti tangguh tanpa kerusakan struktural yang signifikan dan justru menjadi pusat logistik bantuan kemanusiaan. YIA mulai beroperasi penuh pada 2020.
Dengan landasan pacu terpanjang di Indonesia sepanjang 3.250 meter, bandara ini mampu menampung pesawat besar seperti Airbus A380 dan Boeing 777. Arsitekturnya memadukan modernitas dan kearifan lokal dengan atap bergelombang meniru siluet Gunung Merapi dan saka-saka penyangga menyerupai candi. Dampak ekonomi mulai terlihat dengan pertumbuhan wisatawan mancanegara meningkat 15% pada 2023, investasi di sektor hospitality dan logistik di Kulon Progo melonjak, serta terciptanya ribuan lapangan kerja.
YIA juga terintegrasi dengan Kereta Bandara YIA Express yang menghubungkan bandara dengan pusat kota Yogyakarta dalam waktu 30 menit. Sementara YIA menjadi wajah baru Yogyakarta, Bandara Adisutjipto tidak pensiun dan difokuskan untuk penerbangan militer, kepresidenan, dan pelatihan pilot.
YIA terus berekspansi dengan rencana pengembangan terminal kargo dan perluasan apron untuk menjadi hub internasional yang menghubungkan Jawa dengan destinasi global. YIA lebih dari sekadar bandara. Ia adalah cerita tentang bagaimana sebuah daerah bertransformasi, tentang ketangguhan menghadapi bencana, dan tentang mimpi kolektif untuk membawa Yogyakarta ke panggung dunia.
Dari lahan kosong di Kulon Progo, kini YIA telah menjadi ikon baru yang menyambut setiap traveler dengan pesan "Sugeng Rawuh, selamat datang di Yogyakarta!".
Komentar
Posting Komentar